PASAR

Pasar.

Sebuah warisan, dari masa ketika anak cucu Adam baru saja bangun dari tidur panjangnya pada 'model masyarakat Communal Premitive'.

Lalu, saat zaman selangkah lebih maju dalam jalani evolusi sosialnya, sang waktu pun berhasil antarkan manusia pada capaian fase 'model masyarakat Traditional Agrarische'.

Di situ manusia mulai kenal apa itu 'Barter': Cara Trans-Aksi yang dikemudian hari me-metamorphosis menjadi istilah 'Market'.

Ya, Pasar.

Pasar, secara semiotik telah mengklaim diri, bermakna 'Tempat' pertemuan. Titik pertautan antara penjual pembeli, supply and demand. Lalu di sana ada pesan, ada bicara, ada nilai, ada harga, lalu ada juga pertukaran.

Bukan saja komoditi dan jasa, bukan hanya nilai tukar, tapi juga, ekspresi para pelakunya, yang dibaliknya, sudah barang tentu, terdapat pengalaman, juga sejarah masing masing individu. Historical of life!

Pasar, juga kemeriahannya, dengan begitu, telah teramat lama, menempuh perjalanan panjangnya, hingga zaman mengantarkannya pada kita, di era Capital ini, di 'gelombang yang ke tiga' kata Alpin Toffler, sebuah kurun yang hari-hari dipenuhi digital dan angkasa pun mengatmosfir angka biner, berjejal-jejal frekwensi di sana. Pasar memaksa eksis dengan kelahiran berbagai variannya.

Di Orisinalitas keguyuban Pusat Grosir Surabaya ini, masih bisa kita temui jejak-jejak, masih terasa pula bekas kesilaman pasar itu. Sesuatu yang kuno, tapi meng asyik kan.

Ibu ibu,

riuh rendah,

hiruk pikuk, juga bau apeknya.

Begitu fisik...

Begitu manusiawi..

Sementara di seberang sana, teknologi zaman mencoba mengubah gairah emosi pasar ini dengan 'bentuk pasar baru'. Ya ada varian baru, coba menggeser peran sosial dari pasar ini: online market.

Tapi sayang varian baru ini tak punya gema. Ia begitu senyap dan rapi. Tanpa hiruk pikuk. Tanpa canda juga rajuk caci maki. Praktis juga efisien: Tanpa keringat!

Ah... Bazaaarrrrr